Tugas ptk
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MENERAPKAN DASAR-DASAR ELEKTRONIKA KELAS X TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu masalah yang mempengaruhiproses pembelajaran adalah minimnya motivasi
siswa terhadap suatu proses pembelajaran. Untuk mengetahui motivasi siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari keaktifan siswa didalam proses pembelajaran. Kurangnya keaktifansiswa ini menyebabkan kurangnya kemampuanberpikir siswa.Kompetensi Menerapkan Dasar-DasarElektronika (MDE) merupakan salah satu kompetensi yang dipelajari, yaitu pembelajaran yang mengajarkan tentang bagaimana menguasai dasar elektronika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan perusahaan. Untuk mengerti kompetensi MDE secara luas maka harus dimulai dengan kemampuan kognitifnya yaitu pemahaman konsep dasar yang ada pada pelajaran. Hasil belajar MDE sangat ditentukan oleh pemahaman konsep dasar kompetensi dasar-dasar
elektronika. Rendahnya hasil belajar MDE disebabkan karena kesulitan - kesulitan belajar yang dihadapi siswa baik dalam menguasai materi bacaan juga pemahaman akan teori dasar elektronika.
Peneliti melakukan wawacara terhadap guru kompetensi MDE. Guru menggunakan model pembelajaran ekspositori yakni metode yang hanya terbatas pada penyampaian pelajaran searah saja yaitu dengan ceramah, pemberian contoh soal, dan pemberian tugas sehingga menyebabkan siswa kurang termotivasi untuk aktif di dalam proses pembelajaran yang berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Anderson dan Ambruster (dalam Lie, 2002) mengatakan bahwa ”Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif. Model pembelajaran tipe ini mempengaruhi hasil pembelajaran siswa secara maksimal.
Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang akan digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sedangkan untuk kelas sampel yang digunakan adalah kelas X Program Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik.
1.2. Identifikasi Masalah
Ada pun masalah-masalah yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Apakah motivasi siswa berperan penting dalam meningkatkan hasil belajar?
2. Apakah keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah maksimal?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar MDE siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 ?
4. Apakah kurangnya keaktifan siswa dikarenakan guru menerapkan model pembelajaran
5. ekspositori?
6. Apakah hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan lebih baik pada kompetensi MDE pada SMK Negeri 1?
1.3. Batasan Masalah
Oleh karena luasnya masalah dan keterbatasan peneliti dalam hal waktu, tenaga serta dana maka dalam penelitian ini dibatasi masalah hanya pada penerapan model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik pada kompetensi MDE SMK Negeri 1.”
1.4. Rumusan Masalah
Adapun rumusan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkat lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya pada kompetensi MDE di kelasX Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Hakikat Hasil Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan itu akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Adapun hasil belajar berasal dari kata “hasil dan belajar”. Teori Gagne (dalam Simangunsong, 2001) memberikan dua defenisi tentang belajar, yaitu : (1) belajar adalah suatu proses untuk memotivasi individu dalam memperoleh pengetahuan, keerampilan, kebiasaan dan tingkah laku; (2) hasil belajar adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari intruksi.
Hasil belajar itu sendiri melukiskan tingkat pecapaian siswa atas tujuan intruksional yang ditetapkan dan tercemin dari kepribadian siswa berupa tingkah laku setelah proses belajar mengajar. Ini berarti bahwa hasil belajar itu menggambarkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam aspek kognitif maupun aspek afektif dan psikomotorik. Secara umum belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubaan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam aktivitas belajar mengajar diperoleh hasil belajar. Sebab dalam belajar, hasil belajarsudah menjadi sisi kehidupan bagi kehidupan siswa. Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembagkan melalui kompetensi, lazimnya dituangkan dengan nilai tes atau yang diberikan guru.
2.1.2. Hakikat Kompetensi Menerapkan Dasar-Dasar Elektronika (MDE)
Elektronika adalah ilmu yang mempelajari alat listrik arus lemah yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel bermuatan listrik dalam suatu alat seperti komputer, peralatan elektronik, termokopel, semikonduktor, dan lain sebagainya. Ilmu yang mempelajari alat-alat seperti ini merupakan cabang dari ilmu fisika, sementara bentuk desain dan pembuatan sirkuit elektroniknya adalah bagian dari teknik elektro, teknik komputer, dan ilmu/teknik elektronika dan instrumentasi. MDE adalah kompetensi yang mempelajari proses terjadinya aliran listrik, MDE juga mempelajari tentang komponen elektronika serta fungsi-fungsinya. Dalam kompetensi MDE di SMK Negeri 1, terdapat 4 kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa yaitu: (a) Memahami konsep dasar elektronika; (b) Memahami simbol komponen elektronika; (c) memahami sifat-sifat komponen elektronika; (d) Menggambar karakteristik komponen elektronika. Sesuai dengan ruang lingkup MDE di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri dari 2 aspek, yaitu: (a) aspek pemahaman konsep; dan (b) produk hasil teknologi.
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw adalah tipe pembelajaran yang membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam penetapan jigsaw, siswa dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan 5-6 anggota kelompok yang heterogen. Setiap kelompok memiliki satu orang tim ahli yang mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikannya kedalam di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Seperti halnya model pembelajaran yang lain, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga memiliki unsur-unsur, ciri-ciri, pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar dan tahapan-tahapan pembelajaran.
Eliot Aronson (dalam Trianto, 2007) mengatakan bahwa Model pembelajar kooperatif tipe Jigsaw memiliki unsur-unsur pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai berikut: (1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan mereka sehidup sepenanggungan; (2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi pada kelompoknyaseperti milik mereka sendiri; (3) siswa harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (5) sikap akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa membagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (7) siswa akan diminta pertanggung jawaban secara individual materi yang ditangani kelompok kooperatif.
2.1.4. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri
melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar
siswa meningkat. Zainal Aqib dkk (2009) mengemukakan karakteristik PTK adalah: (1) an inquiry of practice fro whitin (penelitian berawal dari kerisauan guru akan kinerjanya); (2) Self reflective inquiry (meode utama adalah refleksi diri, bersifat agak longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian); (3) Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran; (4) Tujuannya adalah memperbaiki pembelajaran. Menurut Sanjaya (2009) ”dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan siklus”. Bisa terjadi dalam pelaksanaan PTK terdiri dari beberapa siklus. Setiap siklus mencerminkan kondisi tertentu baik dilihat dari aspek permasalahan yang dikaji maupun hasil belajar (dalam sanjaya, 2009).
KELOMPOK AHLI
Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Menurut Eliot Aronson (dalam Trianto, 2007), ada enam tahap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw meliputi : (1) guru mempersiapkan materi yang diracang sedemikian rupa untuk pembelajaran kelompok sesuai dengan pelajaran kooperatif, yakni siswa dibagi beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5 - 6 orang). Terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Selain itu dipertimbangkan kriteria heterogenitas lainnya seperti jenis kelamin dan ras; (2) penyajian materi dalam penerapan kooperatif tipe Jigsaw pada awalnya diperkenalkan melalui penyajian kelas. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab; (3) setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Sebagai contoh, jika materi yang diberikan adalah alat komunkasi, seorang siswa mempelajari tentang etika berkomunikasi, siswa lain mempelajari tentang etika berkomukasi; (4) anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya; (5) setiap anggota kelompok ahli seelah kembali kekelompoknya bertugas mengajar teman-temannya; (6) ada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis. Memberi kuis pada siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah megerjakan tes itu. Siswa tidak diperbolehkan bekerja sama pada saat mengerjakan tes itu setiap siswa menjawab semua pertanyaan secara individu.
Tahapan dalam peneltian tindakan kelas dalam pelaksanaannya ada 4 tahap dalam 1 siklus. Empat tahapan tersebut yaitu: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Untuk instrument penelitian tindakan kelas banyak yang dapat digunakan seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2009) bahwa ada beberapa instrument yang dapat digunakan dalam peneltian tindakan kelas yaitu observasi, wawancara, tes dan catatan harian. Sanjaya juga mengungkapkan untuk menganalisis data penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis data kualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan proses belajar khususnya untuk tindakan yang dilakukan. Sedangkan analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan peningkatan hasil belajar sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan.
2.2. Kerangka Berpikir
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata diklat dasar elekronika. Model pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan pemahaman ilmiah dan produktif dalam meciptakan ide kreatif serta kemampuan dalam memperoleh dan menganalisis suatu informasi. Model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat membantu siswa merangsang kemauannya untuk aktif dalam proses pembelajaran. Seperti yang telah dijelaskan pada kajian teori bahwa model pembelajaran kooperatif membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 5–6 anggota kelompok yang heterogen, menuntut kerjasama dari setiap anggota. Di dalam prosesnya diharapkan masing-masing anggota dapat turut aktif memberikan kontribusi penuh dalam kelompoknya, dan dapat saling membelajarkan satu sama lain untuk bersama-sama memahami pelajaran dengan lebih berarti. Tanggung jawab individu dan kelompok akan terbentuk ketika setiap siswa menyadari bahwa dirinya memiliki tanggung jawab sebagai anggota kelompok demi tercapainya tujuan bersama. Akhirnya, proses kegiatan kelompok diharapkan akan terjadi dengan suasana yang mengarahkan proses pembelajaran yang lebih aktif dan melibatkan setiap siswa untuk mengembangkan potensi dirinya masing-masing.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakasanakan di SMK Negeri 1 kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik pada semester genap tahun ajaran 2012-2013. Penelitian ini dimulai pada tanggal 14 Mei hingga 18 juni 2012. Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (Class Room Action Resarch) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar MDE dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
3.2. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Seluruh siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 dengan jumlah murid 40 siswa.
2. Sampel
Seluruh siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 dengan jumlah 40 siswa.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu masalah yang mempengaruhiproses pembelajaran adalah minimnya motivasi
siswa terhadap suatu proses pembelajaran. Untuk mengetahui motivasi siswa dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari keaktifan siswa didalam proses pembelajaran. Kurangnya keaktifansiswa ini menyebabkan kurangnya kemampuanberpikir siswa.Kompetensi Menerapkan Dasar-DasarElektronika (MDE) merupakan salah satu kompetensi yang dipelajari, yaitu pembelajaran yang mengajarkan tentang bagaimana menguasai dasar elektronika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan perusahaan. Untuk mengerti kompetensi MDE secara luas maka harus dimulai dengan kemampuan kognitifnya yaitu pemahaman konsep dasar yang ada pada pelajaran. Hasil belajar MDE sangat ditentukan oleh pemahaman konsep dasar kompetensi dasar-dasar
elektronika. Rendahnya hasil belajar MDE disebabkan karena kesulitan - kesulitan belajar yang dihadapi siswa baik dalam menguasai materi bacaan juga pemahaman akan teori dasar elektronika.
Peneliti melakukan wawacara terhadap guru kompetensi MDE. Guru menggunakan model pembelajaran ekspositori yakni metode yang hanya terbatas pada penyampaian pelajaran searah saja yaitu dengan ceramah, pemberian contoh soal, dan pemberian tugas sehingga menyebabkan siswa kurang termotivasi untuk aktif di dalam proses pembelajaran yang berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa. Anderson dan Ambruster (dalam Lie, 2002) mengatakan bahwa ”Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif. Model pembelajaran tipe ini mempengaruhi hasil pembelajaran siswa secara maksimal.
Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang akan digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sedangkan untuk kelas sampel yang digunakan adalah kelas X Program Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik.
1.2. Identifikasi Masalah
Ada pun masalah-masalah yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Apakah motivasi siswa berperan penting dalam meningkatkan hasil belajar?
2. Apakah keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran sudah maksimal?
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar MDE siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 ?
4. Apakah kurangnya keaktifan siswa dikarenakan guru menerapkan model pembelajaran
5. ekspositori?
6. Apakah hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan lebih baik pada kompetensi MDE pada SMK Negeri 1?
1.3. Batasan Masalah
Oleh karena luasnya masalah dan keterbatasan peneliti dalam hal waktu, tenaga serta dana maka dalam penelitian ini dibatasi masalah hanya pada penerapan model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik pada kompetensi MDE SMK Negeri 1.”
1.4. Rumusan Masalah
Adapun rumusan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkat lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya pada kompetensi MDE di kelasX Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Hakikat Hasil Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan itu akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Adapun hasil belajar berasal dari kata “hasil dan belajar”. Teori Gagne (dalam Simangunsong, 2001) memberikan dua defenisi tentang belajar, yaitu : (1) belajar adalah suatu proses untuk memotivasi individu dalam memperoleh pengetahuan, keerampilan, kebiasaan dan tingkah laku; (2) hasil belajar adalah pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari intruksi.
Hasil belajar itu sendiri melukiskan tingkat pecapaian siswa atas tujuan intruksional yang ditetapkan dan tercemin dari kepribadian siswa berupa tingkah laku setelah proses belajar mengajar. Ini berarti bahwa hasil belajar itu menggambarkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam aspek kognitif maupun aspek afektif dan psikomotorik. Secara umum belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubaan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Dalam aktivitas belajar mengajar diperoleh hasil belajar. Sebab dalam belajar, hasil belajarsudah menjadi sisi kehidupan bagi kehidupan siswa. Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembagkan melalui kompetensi, lazimnya dituangkan dengan nilai tes atau yang diberikan guru.
2.1.2. Hakikat Kompetensi Menerapkan Dasar-Dasar Elektronika (MDE)
Elektronika adalah ilmu yang mempelajari alat listrik arus lemah yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel bermuatan listrik dalam suatu alat seperti komputer, peralatan elektronik, termokopel, semikonduktor, dan lain sebagainya. Ilmu yang mempelajari alat-alat seperti ini merupakan cabang dari ilmu fisika, sementara bentuk desain dan pembuatan sirkuit elektroniknya adalah bagian dari teknik elektro, teknik komputer, dan ilmu/teknik elektronika dan instrumentasi. MDE adalah kompetensi yang mempelajari proses terjadinya aliran listrik, MDE juga mempelajari tentang komponen elektronika serta fungsi-fungsinya. Dalam kompetensi MDE di SMK Negeri 1, terdapat 4 kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa yaitu: (a) Memahami konsep dasar elektronika; (b) Memahami simbol komponen elektronika; (c) memahami sifat-sifat komponen elektronika; (d) Menggambar karakteristik komponen elektronika. Sesuai dengan ruang lingkup MDE di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri dari 2 aspek, yaitu: (a) aspek pemahaman konsep; dan (b) produk hasil teknologi.
2.1.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw adalah tipe pembelajaran yang membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam penetapan jigsaw, siswa dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan 5-6 anggota kelompok yang heterogen. Setiap kelompok memiliki satu orang tim ahli yang mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikannya kedalam di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. Seperti halnya model pembelajaran yang lain, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga memiliki unsur-unsur, ciri-ciri, pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap hasil belajar dan tahapan-tahapan pembelajaran.
Eliot Aronson (dalam Trianto, 2007) mengatakan bahwa Model pembelajar kooperatif tipe Jigsaw memiliki unsur-unsur pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai berikut: (1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan mereka sehidup sepenanggungan; (2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi pada kelompoknyaseperti milik mereka sendiri; (3) siswa harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) siswa haruslah membagi tugas dan bertanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (5) sikap akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) siswa membagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (7) siswa akan diminta pertanggung jawaban secara individual materi yang ditangani kelompok kooperatif.
2.1.4. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri
melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar
siswa meningkat. Zainal Aqib dkk (2009) mengemukakan karakteristik PTK adalah: (1) an inquiry of practice fro whitin (penelitian berawal dari kerisauan guru akan kinerjanya); (2) Self reflective inquiry (meode utama adalah refleksi diri, bersifat agak longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian); (3) Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran; (4) Tujuannya adalah memperbaiki pembelajaran. Menurut Sanjaya (2009) ”dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan siklus”. Bisa terjadi dalam pelaksanaan PTK terdiri dari beberapa siklus. Setiap siklus mencerminkan kondisi tertentu baik dilihat dari aspek permasalahan yang dikaji maupun hasil belajar (dalam sanjaya, 2009).
KELOMPOK AHLI
Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Menurut Eliot Aronson (dalam Trianto, 2007), ada enam tahap pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw meliputi : (1) guru mempersiapkan materi yang diracang sedemikian rupa untuk pembelajaran kelompok sesuai dengan pelajaran kooperatif, yakni siswa dibagi beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5 - 6 orang). Terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Selain itu dipertimbangkan kriteria heterogenitas lainnya seperti jenis kelamin dan ras; (2) penyajian materi dalam penerapan kooperatif tipe Jigsaw pada awalnya diperkenalkan melalui penyajian kelas. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab; (3) setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya. Sebagai contoh, jika materi yang diberikan adalah alat komunkasi, seorang siswa mempelajari tentang etika berkomunikasi, siswa lain mempelajari tentang etika berkomukasi; (4) anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya; (5) setiap anggota kelompok ahli seelah kembali kekelompoknya bertugas mengajar teman-temannya; (6) ada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis. Memberi kuis pada siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah megerjakan tes itu. Siswa tidak diperbolehkan bekerja sama pada saat mengerjakan tes itu setiap siswa menjawab semua pertanyaan secara individu.
Tahapan dalam peneltian tindakan kelas dalam pelaksanaannya ada 4 tahap dalam 1 siklus. Empat tahapan tersebut yaitu: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; dan (4) refleksi. Untuk instrument penelitian tindakan kelas banyak yang dapat digunakan seperti yang dikemukakan oleh Sanjaya (2009) bahwa ada beberapa instrument yang dapat digunakan dalam peneltian tindakan kelas yaitu observasi, wawancara, tes dan catatan harian. Sanjaya juga mengungkapkan untuk menganalisis data penelitian tindakan kelas dapat dilakukan dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis data kualitatif digunakan untuk menentukan peningkatan proses belajar khususnya untuk tindakan yang dilakukan. Sedangkan analisis data kuantitatif digunakan untuk menentukan peningkatan hasil belajar sebagai pengaruh dari setiap tindakan yang dilakukan.
2.2. Kerangka Berpikir
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata diklat dasar elekronika. Model pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan pemahaman ilmiah dan produktif dalam meciptakan ide kreatif serta kemampuan dalam memperoleh dan menganalisis suatu informasi. Model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat membantu siswa merangsang kemauannya untuk aktif dalam proses pembelajaran. Seperti yang telah dijelaskan pada kajian teori bahwa model pembelajaran kooperatif membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 5–6 anggota kelompok yang heterogen, menuntut kerjasama dari setiap anggota. Di dalam prosesnya diharapkan masing-masing anggota dapat turut aktif memberikan kontribusi penuh dalam kelompoknya, dan dapat saling membelajarkan satu sama lain untuk bersama-sama memahami pelajaran dengan lebih berarti. Tanggung jawab individu dan kelompok akan terbentuk ketika setiap siswa menyadari bahwa dirinya memiliki tanggung jawab sebagai anggota kelompok demi tercapainya tujuan bersama. Akhirnya, proses kegiatan kelompok diharapkan akan terjadi dengan suasana yang mengarahkan proses pembelajaran yang lebih aktif dan melibatkan setiap siswa untuk mengembangkan potensi dirinya masing-masing.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakasanakan di SMK Negeri 1 kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik pada semester genap tahun ajaran 2012-2013. Penelitian ini dimulai pada tanggal 14 Mei hingga 18 juni 2012. Penelitian ini termasuk penelitian tindakan kelas (Class Room Action Resarch) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar MDE dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
3.2. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Seluruh siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 dengan jumlah murid 40 siswa.
2. Sampel
Seluruh siswa kelas X Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 dengan jumlah 40 siswa.
Tugas Jurnal
PENDAPAT SISWA SMK TENTANG PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI DALAM RANGKA MENUNJANG KETERAMPILAN LULUSAN SMK
(Suatu survei di SMK Karya Nusantara Jurusan Elektronika)
Jumiyati (5215 0 5 2070)
Alumni Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Jakarta 096/2012
jumiyati_2007@yahoo.co.id
Dosun Pembimbing
Dr. Yuliatri Sastrawijaya, M.Pd
email
[email protected]
Tanggal Lulus
11 agustus 2012
ABSTRACT
This research aims to provide advice to schools on the implementation of industry practices in order to achieve the goal of Education Dual Systems (PSG). The survey was conducted in the second semester of the school year 2011/2012 in vocational work archipelago. Survey include: type of work students do during the industrial practice, industry practice time, coaching, facilities, opportunities for advanced students and the formation of personality.
PENDAHULUAN
Pelaksanaan pembangunan pada setiap bidang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti pada bidang teknik industri yang pada gilirannya menuntut tenaga kerja yang ahli dan terampil serta memiliki watak kepribadian yang tangguh. Mereka juga sangat diharapkan mampu memperluas atau menciptakan lapangan kerja. Kegiatan pembangunan yang tidak mendayagunakan tenaga-tenaga kerja terampil akan menyebabkan pelaksanaan kerja kurang efisien dan tidak produktif. Hal ini bisa menjadi penghambat atas kelancaran pekerjaan, dan mutu hasil pekerjaan tetap rendah. Oleh karena itu, pendidikan tenaga kerja harus berorientasi pada pembentukan tenaga pembangunan sesuai dengan kebutuhan dari permintaan bidang-bidang yang sedang digarap dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Pada masa sekarang ini kebijakan perlindungan yang konvensional terhadap pekerja lokal tidak lagi menjadi satu cara yang ampuh untuk melindungi kepentingan tenaga kerja lokal, ketika upah buruh murah tidak lagi menjadi faktor yang merangsang masuknya investor asing, maka lowongan kerja terampil tingkat menengah akan menjadi incaran tenaga-tenaga kerja asing yang jauh lebih siap. Implikasinya adalah semakin menuntut tenaga kerja Indonesia untuk meningkatkan kompetensi di bidang masing-masing. Karena ketika tuntutan pekerjaan sudah lebih mengutamakan skill dan tidak lagi menempatkan ijazah serta gelar-gelar akademik sebagai acuan utama maka hanya mereka yang memiliki keahlian, keterampilan, profesionalisme dan kompetensi kerja yang bagus yang dapat bersaing. Sistem pendidikan sekolah menengah kejuruan merupakan suatu sub sistem pendidikan nasional yang berfungsi menyediakan tenaga kerja yang terampil, terlatih dan terdidik. Semua lulusan disiapkan sebagai manusia pembangunan yang bermoral pancasila yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin serta menjadi tenaga kerja yang siap pakai dan mandiri. Agar lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki kesiapan kemampuan atau keterampilan untuk memasuki dunia kerja dan dapat bersaing maka sejak tahun pelajaran 1994/1995, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan bekerjasama dengan unit kerja lain yang terkait mendapat tugas untuk mengembangkan dan melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di sekolah menengah kejuruan. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan yang lebih sesuai dengan tuntukan kebutuhan pembangunan nasional pada umumnya, dan tuntutan kebutuhan ketenagakerjaan dibidang industri pada khususnya. Secara teoritis Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian professional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan penguasaan program keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu. Secara teknis, pada jangka waktu tertentu siswa SMK dikirim kedunia usaha /industri untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang sesuai dengan bidangnya. Akan tetapi pada kenyataannya, untuk melaksanakan praktek kerja di dunia usaha/industri yang bertujuan agar siswa benar-benar mengenal dunia yang ditekuninya serta mendapatkan pengalaman bagaiman bekerja dalam bidang tersebut, tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Siswa SMK yang membutuhkan praktek kerja dihadapkan pada persoalan terbatasnya dunia industri yang mau menerima sebagai pekerja magang. Kita dapat dengan mudahnya menemukan siswa-siswa SMK yang melakukan praktek kerja seadanya, bahkan praktek kerja yang dilakukan hanya sekedar formalitas saja dan masih jauh dari pencapaian. Sedangkan praktek kerja tersebut diharapkan dapat memberikan pengalaman bekerja di dunia kerja nyata. Dan persoalan yang sering terjadi pada pelaksanan praktek kerja industri adalah ketidaksesuaian materi yang diberikan disekolah dengan tempat ia melaksanakan praktek kerja. Dalam pelaksanaan PSG, kendala dirasakan oleh kedua belah pihak, yaitu sekolah dan industri (Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 1996). Disebutkan bahwa kendala yang dihadapi oleh sekolah antara lain: (1) keragaman geografis, (2) keragaman kesiapan dan tingkat kemajuan SMK, dan (3) keragaman program SMK yang belum seimbang dengan keragaman industri di sekitarnya.
KAJIAN TEORI
Program Keahlian Elektronika Industri
Elektronika Industri merupakan sistem elektronik yang digunakan di industri yang berbasis komponen diskrit dan komponen programmable. Fungsi utama komponen diskrit dan komponen programmable yang dimaksud adalah sebagai unit utama sistem instrumentasi dan kendali pada proses produksi, yang meliputi sistem instrumentasi dan kendali proses berbasis: komponen diskrit, mikroprosessor, mikrokontroller, komputer personal, dan Programmable Logic Controller (PLC). Program Keahlian Teknik Elektronika Industri merupakan salah satu bagian dari Bidang Keahlian Teknologi Elektronika yang mengkaji tentang : (a) prinsip dasar elektronika analog dan elektronika digital, (b) alat ukur dan teknik pengukuran, (c) keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bagian penting dalam melaksanakan proses operasi dan produksi, (d) implementasi sistem instrumentasi dan kendali berbasis : komponen diskrit, mikroprosessor, mikrokontroller, komputer personal, dan PLC sebagai prosessor utama.
Konsep Pendapat
Pengertian pendapat menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pikiran, anggapan, buah pemikiran atau perkiraan. Definisi lain dari pendapat adalah pekerjaan pikir, meletakan hubungan antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lain, serta pengertian yang satu dengan pengertian yang lain yang dinyatakan dalam satu kalimat.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan pengertian pendapat adalah proses berpikir (kognitif). Proses berpikir itu sendiri meliputi interpretasi dari reorganisasi informasi yang diterima sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Hal ini bermakna bahwa pendapat seseorang merupakan kesan-kesan yang ada dalam pikirannya, sebagai akibat dari pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya. Pesan-pesan itu bisa terwujud dalam bentuk tulisan, lisan dan tingkah laku. Hal ini berarti bahwa pendapat merupakan cerminan tingkah laku seseorang terhadap suatu objek.
Walaupun mendapat informasi yang sama pendapat seseorang dapat berbeda-beda, hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang terdiri dari konsep diri, keinginan, perasaan, dan faktor situasional seperti pengalaman-pengalaman yang didapat, latar belakang pendidikan, dan status sosial serta hal-hal lain yang mempengaruhi seseorang dalam menangkap pesan dan kesan yang ada.
Pendapat Siswa SMK
Lulusan atau tamatan SMK yang belum bekerja menimbulkan masalah baru bagi pemerintah. Penyebab hal tersebut salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan dan kurangnya kualitas/mutu keterampilan dan keahlian dari lulusan SMK tersebut. Agar lulusan SMK memiliki kesiapan, kemampuan, dan keterampilan untuk mengisi lapangan kerja dan bersaing dengan tenaga kerja asing maka sejak tahun 1994/1995, Dikmenjur bekerjasama dengan unit lain yang terkait mendapat tugas untuk melaksanakan dan mengembangkan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
Proses pembelajaran di SMK memang tidak dapat dipisahkan dari dunia kerja/industri, SMK harus memberikan kesempatan pada siswanya untuk belajar pada dunia kerja sesungguhnya. Hanya melalui praktek kerja yang berkesinambungan siswa akan memahami kaitan antara teori yang dipelajari disekolah dengan dunia industri. Pada kenyataannya pelaksanaan praktek kerja industri, ternyata masih banyak persoalan, siswa yang melaksanakan praktek kerja tidak selalu di institusi pasangan yang sesuai, tetapi di institusi lain yang bukan pasangannya. Akhirnya dalam pelaksanaan praktek kerja industri kita dapat dengan mudah menemukan siswa-siswa SMK yang melakukan praktek kerja seadanya, pihak industri seringkali menempatkan siswa bukan pada bidangnya serta melekukan pekerjaan-pekerjaan yang bukan seharusnya ditangani siswa. Siswa lebih sering ditempatkan pada bagian yang bersifat tetap, sehingga menimbulkan kebosanan pada siswa.
Hal tersebut bertentangan dengan konsep PSG yaitu memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan disekolah dengan penguasaan keahlian yang diperoleh siswa melalui proses bekerja langsung pada bidang pekerjaan yang relevan dan terarah.
Informasi tentang pelaksanaan praktek kerja dapat diperoleh dari berbagai pihak. Siswa SMK yang telah melaksanakan praktek kerja industri merupakan salah satu sumber informasi yang tepat, karena mereka telah mengalami sendiri. Para siswa dapat memberikan informasi yang berharga terhadap pelaksanaan praktek kerja industri. Berdasarkan pendapat mereka, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, informasi-informasi yang perlu diperoleh antara lain adalah tentang bagaimana pekerjaan yang mereka lakukan, berapa lama mereka melakukan praktek kerja, apakah selama melakukan praktek kerja mereka mendapat bimbingan, fasilitas yang baik, memperoleh kesempatan untuk maju, dapat menjadikan mereka lebih disiplin, tanggung jawab, dan lain-lain. Melalui pendapat mereka kita dapat mengetahui apakah kurikulum yang digunakan disekolah relevan atau tidak dengan jenis pekerjaan yang dilakukan siswa ketika melaksanakan praktek kerja industri. Karena hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu survey pendapat siswa terhadap pelaksanaan praktek kerja di dunia usaha atau industri dengan menggunakan angket.
Praktek Kerja Industri
Selama ini kualitas lulusan pendidikan kejuruan dianggap belum memenuhi tuntutan dunia industri. Karena hal tersebut, maka departemen pendidikan nasional secara bertahap mulai menerapkan pendidikan sistem ganda (PSG) pada SMK. Pendidikan Sistem Ganda menurut Kepmendikbud No.323/U/1997 tentang penyelenggaraan PSG pada SMK adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan di SMK dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan, terarah untuk mencapai suatu keahlian professional tertentu. Pendidikan sistem ganda ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas keterampilan kerja lulusan.
Penyelenggaraan PSG ini bertujuan untuk memiliki tenaga kerja yang memiliki keahlian professional, memperkokokoh link and match antara sekolah dengan dunia kerja, meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas professional, serta memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan
Realisasi dari Pendidikan Sistem Ganda tersebut adalah dilasanakannya praktek kerja industri (Prakerin). Pelaksanaan Prakerin dimaksudkan agar program pendidikan di sekolah mengacu pada pencapaian kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan beralasan mengingat dunia industri memerlukan tenaga kerja yang berkualitas dan ahli di bidangnya untuk mengoperasikan peralatan dan teknologi canggih. Upaya pemerintah dalam hal ini Direktorat Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) sebagai upaya mendekatkan pendidikan kejuruan dengan dunia kerja, telah dilakukan dengan adanya kebijakan link and match.
Praktek kerja merupakan kegiatan belajar yang melibatkan siswa secara langsung kedalam dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan hal itu siswa dapat memperoleh pengetahuan nyata
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan untuk pengambilan pendapat ini adalah dengan jenis survei yang digunakan untuk menjaring data secara sistematis dan faktual.
Populasi dan Sampel
Populasi pada pengambilan pendapat ini adalah seluruh siswa SMK Karya Nusantara kelompok teknologi dan industri program studi elektronika industri yang telah melaksanakan praktek kerja industri. Sedangkan sampelnya adalah 50 siswa SMK Karya Nusantara kelompok teknologi dan industri program studi elektronika industri yang telah melaksanakan praktek kerja industri. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara random yang berbentuk undian.
Instrumen Pengambilan Pendapat
Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang menggunakan skala Likert sebanyak 30 butir pernyataan, setiap butir disediakan 5 (lima) tingkatan jawaban dengan bobot nilai sebagaai berikut: SS (Sangat Setuju) nilai 5, S(Setuju) nilai 4, KK(Kadang – kadang) nilai 3, TS(Tidak Setuju) nilai 2, STS(Sangat Tidak Setuju) nilai 1.
Uji Persyaratan Instrumen
a. Validitas Instrumen
Validitas instrumen adalah sejauh mana alat ukur tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaiknya yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah..
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk mendapatkan valid tidaknya suatu instrumen yang akan digunakan dapat ditetapkan melalui analisa rasional terhadap isi penilaiannya.
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Untuk menguji reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :
Keterangan :
= Reliabilitas instrumen
K = Jumlah butir pernyataan
= Varians total
= Jumlah varians butir
Klasifikasi koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut :
0,91 – 1,00 :Sangat tinggi
0,71 – 0,90 : Tinggi
0,41 – 0,70 : Cukup
0,21 – 0,40: Rendah
≥ 0,20 :Sangat rendah
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan telah di uji validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner tersebut akan disebarkan kepada siswa untuk diisi, setelah diisi oleh siswa, kuesioner tersebut dikembalikan sebagai data penelitian.
Teknik Analisis Data
Data yang telah didapat tersebut, kemudian dianalisa dengan menggunakan deskriptif kuantitatif yang berupa angka-angka persentase dan tabel frekuensi.
KESIMPULAN
Sekolah harus dapat mengikuti perkembangan IPTEK khususnya perkembagan didunia usaha industri. Sekolah harus lebih meningkatkan pola pelaksanaan PSG ini, terutama tentang materi yg menyangkut jenis atau bidang pekerjaan industri pasangan sekolah. Hal ini agar siswa yang akan melaksanakan praktek kerja didunia usaha/industri memperoleh bekal pengetahuan yang mencukupi mengenai jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan didunia industri. Selain itu juga agar lebih mendekatkan hubungan antara teori kejuruan dan praktek dasar kejuruan dengan pekerjaan didunia usaha industri.
Kurikulum SMK mengatur tentang waktu pelaksanaan praktek kerja industri minimum 6 bulan kerja mengikuti minggu dan jam kerja industri, sehingga pihak industri dapat mendidik siswa, yang nantinya memungkinkan siswa untuk diterima sebagai pegawai diindustri tersebut dengan asumsi semakin lama siswa melaksanakan pratek kerja industri semakin ahli siswa tersebut melakukan pekerjaan. Namun pada prakteknya banyak siswa yang melaksanakan praktek kerja industri kurang dari 6 bulan.
Guru merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam pendidikan. Keberhasilan suatu program pendidikan atau pelaksanaan kurikulum tidak hanya tergantung dari program pendididkan atau kurikulum itu sendiri, tetapi sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh jumlah serta kemampuan seorang guru sebagai tenaga pendidik. Demikian juga dalam konsep PSG, siswa yang melaksanakan praktek kerja didunia usaha atau industri tidak dapat dilepas begitu saja. Siswa tetap didampingi oleh seorang guru. Guru yang mendampingi siswa yang sedang praktek kerja industri disebut sebagai guru pembimbing, yang tugasnya adalah membimbing siswa mulai dari siswa tersebut akan memasuki dunia industri tempat praktek kerja sampai dengan siswa tersebut menyelesaikan laporan akhir hasil praktek kerja industri. Proses pembimbingan ini salah satunya adalah fungsi monitoring, yaitu guru pembimbing secara rutin melakukan kunjungan ke indusrtri tempat siswa melaksanakan praktek kerja untuk melihat sejauh mana kondisi siswa, baik berupa kemampuan melakukan suatu pekerjaan maupun keluahan-keluhan siswa. Jika siswa menemui kesulitan pekerjaan akibat materi yang belum didapat disekolah, maka hal tersebut harus dicatat oleh guru pembimbing sebagai bahan masukan untuk pihak sekolah, inilah yang disebut sebagai fungsi edukatif. Selain itu guru pembimbing juga mempunyai tugas administratif, yaitu sebagai mediator antara pihak sekolah dan industri.
Sekolah dapat menjadi lebih aktif dalam mencari industri pasangan terutama industri-industri yang memiliki peluang besar untuk merekrut tenaga kerja lulusan SMK, sehingga siswa SMK yang telah lulus memiliki peluang untuk langsung bekerja diindustri tempat mereka melaksanakan praktek kerja. Dengan demikin kerjasama PSG antara industri dan sekolah ini dapat menjadi pola kerjasama yang baik dalam mempersiapkan kemampuan dan kesiapan kerja lulusan SMK sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1993. Psikologi Umum. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. kurikulum SMK Pedoman Pelaksanaan. Jakarta: Depdikbud.
Mahmud, Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:BPFE.
Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta :Kanisius
Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grafindo
Zulkifli. 1998. Psikologi belajar. Jakarta: FIP IKIP Jakarta
(Suatu survei di SMK Karya Nusantara Jurusan Elektronika)
Jumiyati (5215 0 5 2070)
Alumni Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri Jakarta 096/2012
jumiyati_2007@yahoo.co.id
Dosun Pembimbing
Dr. Yuliatri Sastrawijaya, M.Pd
[email protected]
Tanggal Lulus
11 agustus 2012
ABSTRACT
This research aims to provide advice to schools on the implementation of industry practices in order to achieve the goal of Education Dual Systems (PSG). The survey was conducted in the second semester of the school year 2011/2012 in vocational work archipelago. Survey include: type of work students do during the industrial practice, industry practice time, coaching, facilities, opportunities for advanced students and the formation of personality.
PENDAHULUAN
Pelaksanaan pembangunan pada setiap bidang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti pada bidang teknik industri yang pada gilirannya menuntut tenaga kerja yang ahli dan terampil serta memiliki watak kepribadian yang tangguh. Mereka juga sangat diharapkan mampu memperluas atau menciptakan lapangan kerja. Kegiatan pembangunan yang tidak mendayagunakan tenaga-tenaga kerja terampil akan menyebabkan pelaksanaan kerja kurang efisien dan tidak produktif. Hal ini bisa menjadi penghambat atas kelancaran pekerjaan, dan mutu hasil pekerjaan tetap rendah. Oleh karena itu, pendidikan tenaga kerja harus berorientasi pada pembentukan tenaga pembangunan sesuai dengan kebutuhan dari permintaan bidang-bidang yang sedang digarap dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Pada masa sekarang ini kebijakan perlindungan yang konvensional terhadap pekerja lokal tidak lagi menjadi satu cara yang ampuh untuk melindungi kepentingan tenaga kerja lokal, ketika upah buruh murah tidak lagi menjadi faktor yang merangsang masuknya investor asing, maka lowongan kerja terampil tingkat menengah akan menjadi incaran tenaga-tenaga kerja asing yang jauh lebih siap. Implikasinya adalah semakin menuntut tenaga kerja Indonesia untuk meningkatkan kompetensi di bidang masing-masing. Karena ketika tuntutan pekerjaan sudah lebih mengutamakan skill dan tidak lagi menempatkan ijazah serta gelar-gelar akademik sebagai acuan utama maka hanya mereka yang memiliki keahlian, keterampilan, profesionalisme dan kompetensi kerja yang bagus yang dapat bersaing. Sistem pendidikan sekolah menengah kejuruan merupakan suatu sub sistem pendidikan nasional yang berfungsi menyediakan tenaga kerja yang terampil, terlatih dan terdidik. Semua lulusan disiapkan sebagai manusia pembangunan yang bermoral pancasila yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin serta menjadi tenaga kerja yang siap pakai dan mandiri. Agar lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki kesiapan kemampuan atau keterampilan untuk memasuki dunia kerja dan dapat bersaing maka sejak tahun pelajaran 1994/1995, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan bekerjasama dengan unit kerja lain yang terkait mendapat tugas untuk mengembangkan dan melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di sekolah menengah kejuruan. Kebijakan ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lulusan yang lebih sesuai dengan tuntukan kebutuhan pembangunan nasional pada umumnya, dan tuntutan kebutuhan ketenagakerjaan dibidang industri pada khususnya. Secara teoritis Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian professional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan penguasaan program keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu. Secara teknis, pada jangka waktu tertentu siswa SMK dikirim kedunia usaha /industri untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang sesuai dengan bidangnya. Akan tetapi pada kenyataannya, untuk melaksanakan praktek kerja di dunia usaha/industri yang bertujuan agar siswa benar-benar mengenal dunia yang ditekuninya serta mendapatkan pengalaman bagaiman bekerja dalam bidang tersebut, tidak semudah yang dibayangkan sebelumnya. Siswa SMK yang membutuhkan praktek kerja dihadapkan pada persoalan terbatasnya dunia industri yang mau menerima sebagai pekerja magang. Kita dapat dengan mudahnya menemukan siswa-siswa SMK yang melakukan praktek kerja seadanya, bahkan praktek kerja yang dilakukan hanya sekedar formalitas saja dan masih jauh dari pencapaian. Sedangkan praktek kerja tersebut diharapkan dapat memberikan pengalaman bekerja di dunia kerja nyata. Dan persoalan yang sering terjadi pada pelaksanan praktek kerja industri adalah ketidaksesuaian materi yang diberikan disekolah dengan tempat ia melaksanakan praktek kerja. Dalam pelaksanaan PSG, kendala dirasakan oleh kedua belah pihak, yaitu sekolah dan industri (Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 1996). Disebutkan bahwa kendala yang dihadapi oleh sekolah antara lain: (1) keragaman geografis, (2) keragaman kesiapan dan tingkat kemajuan SMK, dan (3) keragaman program SMK yang belum seimbang dengan keragaman industri di sekitarnya.
KAJIAN TEORI
Program Keahlian Elektronika Industri
Elektronika Industri merupakan sistem elektronik yang digunakan di industri yang berbasis komponen diskrit dan komponen programmable. Fungsi utama komponen diskrit dan komponen programmable yang dimaksud adalah sebagai unit utama sistem instrumentasi dan kendali pada proses produksi, yang meliputi sistem instrumentasi dan kendali proses berbasis: komponen diskrit, mikroprosessor, mikrokontroller, komputer personal, dan Programmable Logic Controller (PLC). Program Keahlian Teknik Elektronika Industri merupakan salah satu bagian dari Bidang Keahlian Teknologi Elektronika yang mengkaji tentang : (a) prinsip dasar elektronika analog dan elektronika digital, (b) alat ukur dan teknik pengukuran, (c) keselamatan dan kesehatan kerja sebagai bagian penting dalam melaksanakan proses operasi dan produksi, (d) implementasi sistem instrumentasi dan kendali berbasis : komponen diskrit, mikroprosessor, mikrokontroller, komputer personal, dan PLC sebagai prosessor utama.
Konsep Pendapat
Pengertian pendapat menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pikiran, anggapan, buah pemikiran atau perkiraan. Definisi lain dari pendapat adalah pekerjaan pikir, meletakan hubungan antara tanggapan yang satu dengan tanggapan yang lain, serta pengertian yang satu dengan pengertian yang lain yang dinyatakan dalam satu kalimat.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan pengertian pendapat adalah proses berpikir (kognitif). Proses berpikir itu sendiri meliputi interpretasi dari reorganisasi informasi yang diterima sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Hal ini bermakna bahwa pendapat seseorang merupakan kesan-kesan yang ada dalam pikirannya, sebagai akibat dari pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya. Pesan-pesan itu bisa terwujud dalam bentuk tulisan, lisan dan tingkah laku. Hal ini berarti bahwa pendapat merupakan cerminan tingkah laku seseorang terhadap suatu objek.
Walaupun mendapat informasi yang sama pendapat seseorang dapat berbeda-beda, hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang terdiri dari konsep diri, keinginan, perasaan, dan faktor situasional seperti pengalaman-pengalaman yang didapat, latar belakang pendidikan, dan status sosial serta hal-hal lain yang mempengaruhi seseorang dalam menangkap pesan dan kesan yang ada.
Pendapat Siswa SMK
Lulusan atau tamatan SMK yang belum bekerja menimbulkan masalah baru bagi pemerintah. Penyebab hal tersebut salah satunya adalah kurangnya lapangan pekerjaan dan kurangnya kualitas/mutu keterampilan dan keahlian dari lulusan SMK tersebut. Agar lulusan SMK memiliki kesiapan, kemampuan, dan keterampilan untuk mengisi lapangan kerja dan bersaing dengan tenaga kerja asing maka sejak tahun 1994/1995, Dikmenjur bekerjasama dengan unit lain yang terkait mendapat tugas untuk melaksanakan dan mengembangkan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
Proses pembelajaran di SMK memang tidak dapat dipisahkan dari dunia kerja/industri, SMK harus memberikan kesempatan pada siswanya untuk belajar pada dunia kerja sesungguhnya. Hanya melalui praktek kerja yang berkesinambungan siswa akan memahami kaitan antara teori yang dipelajari disekolah dengan dunia industri. Pada kenyataannya pelaksanaan praktek kerja industri, ternyata masih banyak persoalan, siswa yang melaksanakan praktek kerja tidak selalu di institusi pasangan yang sesuai, tetapi di institusi lain yang bukan pasangannya. Akhirnya dalam pelaksanaan praktek kerja industri kita dapat dengan mudah menemukan siswa-siswa SMK yang melakukan praktek kerja seadanya, pihak industri seringkali menempatkan siswa bukan pada bidangnya serta melekukan pekerjaan-pekerjaan yang bukan seharusnya ditangani siswa. Siswa lebih sering ditempatkan pada bagian yang bersifat tetap, sehingga menimbulkan kebosanan pada siswa.
Hal tersebut bertentangan dengan konsep PSG yaitu memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan disekolah dengan penguasaan keahlian yang diperoleh siswa melalui proses bekerja langsung pada bidang pekerjaan yang relevan dan terarah.
Informasi tentang pelaksanaan praktek kerja dapat diperoleh dari berbagai pihak. Siswa SMK yang telah melaksanakan praktek kerja industri merupakan salah satu sumber informasi yang tepat, karena mereka telah mengalami sendiri. Para siswa dapat memberikan informasi yang berharga terhadap pelaksanaan praktek kerja industri. Berdasarkan pendapat mereka, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, informasi-informasi yang perlu diperoleh antara lain adalah tentang bagaimana pekerjaan yang mereka lakukan, berapa lama mereka melakukan praktek kerja, apakah selama melakukan praktek kerja mereka mendapat bimbingan, fasilitas yang baik, memperoleh kesempatan untuk maju, dapat menjadikan mereka lebih disiplin, tanggung jawab, dan lain-lain. Melalui pendapat mereka kita dapat mengetahui apakah kurikulum yang digunakan disekolah relevan atau tidak dengan jenis pekerjaan yang dilakukan siswa ketika melaksanakan praktek kerja industri. Karena hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu survey pendapat siswa terhadap pelaksanaan praktek kerja di dunia usaha atau industri dengan menggunakan angket.
Praktek Kerja Industri
Selama ini kualitas lulusan pendidikan kejuruan dianggap belum memenuhi tuntutan dunia industri. Karena hal tersebut, maka departemen pendidikan nasional secara bertahap mulai menerapkan pendidikan sistem ganda (PSG) pada SMK. Pendidikan Sistem Ganda menurut Kepmendikbud No.323/U/1997 tentang penyelenggaraan PSG pada SMK adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan di SMK dengan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung pada pekerjaan sesungguhnya di institusi pasangan, terarah untuk mencapai suatu keahlian professional tertentu. Pendidikan sistem ganda ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas keterampilan kerja lulusan.
Penyelenggaraan PSG ini bertujuan untuk memiliki tenaga kerja yang memiliki keahlian professional, memperkokokoh link and match antara sekolah dengan dunia kerja, meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang berkualitas professional, serta memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan
Realisasi dari Pendidikan Sistem Ganda tersebut adalah dilasanakannya praktek kerja industri (Prakerin). Pelaksanaan Prakerin dimaksudkan agar program pendidikan di sekolah mengacu pada pencapaian kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan beralasan mengingat dunia industri memerlukan tenaga kerja yang berkualitas dan ahli di bidangnya untuk mengoperasikan peralatan dan teknologi canggih. Upaya pemerintah dalam hal ini Direktorat Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) sebagai upaya mendekatkan pendidikan kejuruan dengan dunia kerja, telah dilakukan dengan adanya kebijakan link and match.
Praktek kerja merupakan kegiatan belajar yang melibatkan siswa secara langsung kedalam dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan hal itu siswa dapat memperoleh pengetahuan nyata
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan untuk pengambilan pendapat ini adalah dengan jenis survei yang digunakan untuk menjaring data secara sistematis dan faktual.
Populasi dan Sampel
Populasi pada pengambilan pendapat ini adalah seluruh siswa SMK Karya Nusantara kelompok teknologi dan industri program studi elektronika industri yang telah melaksanakan praktek kerja industri. Sedangkan sampelnya adalah 50 siswa SMK Karya Nusantara kelompok teknologi dan industri program studi elektronika industri yang telah melaksanakan praktek kerja industri. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara random yang berbentuk undian.
Instrumen Pengambilan Pendapat
Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang menggunakan skala Likert sebanyak 30 butir pernyataan, setiap butir disediakan 5 (lima) tingkatan jawaban dengan bobot nilai sebagaai berikut: SS (Sangat Setuju) nilai 5, S(Setuju) nilai 4, KK(Kadang – kadang) nilai 3, TS(Tidak Setuju) nilai 2, STS(Sangat Tidak Setuju) nilai 1.
Uji Persyaratan Instrumen
a. Validitas Instrumen
Validitas instrumen adalah sejauh mana alat ukur tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaiknya yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah..
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk mendapatkan valid tidaknya suatu instrumen yang akan digunakan dapat ditetapkan melalui analisa rasional terhadap isi penilaiannya.
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Untuk menguji reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :
Keterangan :
= Reliabilitas instrumen
K = Jumlah butir pernyataan
= Varians total
= Jumlah varians butir
Klasifikasi koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut :
0,91 – 1,00 :Sangat tinggi
0,71 – 0,90 : Tinggi
0,41 – 0,70 : Cukup
0,21 – 0,40: Rendah
≥ 0,20 :Sangat rendah
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan telah di uji validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner tersebut akan disebarkan kepada siswa untuk diisi, setelah diisi oleh siswa, kuesioner tersebut dikembalikan sebagai data penelitian.
Teknik Analisis Data
Data yang telah didapat tersebut, kemudian dianalisa dengan menggunakan deskriptif kuantitatif yang berupa angka-angka persentase dan tabel frekuensi.
KESIMPULAN
Sekolah harus dapat mengikuti perkembangan IPTEK khususnya perkembagan didunia usaha industri. Sekolah harus lebih meningkatkan pola pelaksanaan PSG ini, terutama tentang materi yg menyangkut jenis atau bidang pekerjaan industri pasangan sekolah. Hal ini agar siswa yang akan melaksanakan praktek kerja didunia usaha/industri memperoleh bekal pengetahuan yang mencukupi mengenai jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan didunia industri. Selain itu juga agar lebih mendekatkan hubungan antara teori kejuruan dan praktek dasar kejuruan dengan pekerjaan didunia usaha industri.
Kurikulum SMK mengatur tentang waktu pelaksanaan praktek kerja industri minimum 6 bulan kerja mengikuti minggu dan jam kerja industri, sehingga pihak industri dapat mendidik siswa, yang nantinya memungkinkan siswa untuk diterima sebagai pegawai diindustri tersebut dengan asumsi semakin lama siswa melaksanakan pratek kerja industri semakin ahli siswa tersebut melakukan pekerjaan. Namun pada prakteknya banyak siswa yang melaksanakan praktek kerja industri kurang dari 6 bulan.
Guru merupakan salah satu komponen yang menentukan dalam pendidikan. Keberhasilan suatu program pendidikan atau pelaksanaan kurikulum tidak hanya tergantung dari program pendididkan atau kurikulum itu sendiri, tetapi sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh jumlah serta kemampuan seorang guru sebagai tenaga pendidik. Demikian juga dalam konsep PSG, siswa yang melaksanakan praktek kerja didunia usaha atau industri tidak dapat dilepas begitu saja. Siswa tetap didampingi oleh seorang guru. Guru yang mendampingi siswa yang sedang praktek kerja industri disebut sebagai guru pembimbing, yang tugasnya adalah membimbing siswa mulai dari siswa tersebut akan memasuki dunia industri tempat praktek kerja sampai dengan siswa tersebut menyelesaikan laporan akhir hasil praktek kerja industri. Proses pembimbingan ini salah satunya adalah fungsi monitoring, yaitu guru pembimbing secara rutin melakukan kunjungan ke indusrtri tempat siswa melaksanakan praktek kerja untuk melihat sejauh mana kondisi siswa, baik berupa kemampuan melakukan suatu pekerjaan maupun keluahan-keluhan siswa. Jika siswa menemui kesulitan pekerjaan akibat materi yang belum didapat disekolah, maka hal tersebut harus dicatat oleh guru pembimbing sebagai bahan masukan untuk pihak sekolah, inilah yang disebut sebagai fungsi edukatif. Selain itu guru pembimbing juga mempunyai tugas administratif, yaitu sebagai mediator antara pihak sekolah dan industri.
Sekolah dapat menjadi lebih aktif dalam mencari industri pasangan terutama industri-industri yang memiliki peluang besar untuk merekrut tenaga kerja lulusan SMK, sehingga siswa SMK yang telah lulus memiliki peluang untuk langsung bekerja diindustri tempat mereka melaksanakan praktek kerja. Dengan demikin kerjasama PSG antara industri dan sekolah ini dapat menjadi pola kerjasama yang baik dalam mempersiapkan kemampuan dan kesiapan kerja lulusan SMK sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1993. Psikologi Umum. Surabaya: PT Bina Ilmu.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. kurikulum SMK Pedoman Pelaksanaan. Jakarta: Depdikbud.
Mahmud, Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:BPFE.
Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta :Kanisius
Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grafindo
Zulkifli. 1998. Psikologi belajar. Jakarta: FIP IKIP Jakarta